Sang putera yang menyaksikan semua itu merasa iri hati. Ada sesuatu yang menyentuh hatinya. Kemudian, dia merenung sejenak. Beberapa ketika kemudian, dia memerintahkan seorang pengawal supaya memanggil orang tersebut datang kepadanya. "Tetapi tunggu sehingga dia bangun dahulu, baru suruh dia ke mari!" titah sang putera.
Setelah si miskin itu berada dihadapannya, sang putera berkata, "Kulihat kamu makan roti dengan lahapnya. Adakah kamu merasa lapar ketika itu?"
"Benar, Putera!" jawabnya.
"Kemudian, kamu meneguk air dari kantung kulitmu. Adakah kamu merasa haus ketika itu?"
"Benar."
"Kemudian, kulihat kamu tertidur dengan nyenyaknya. Adakah kamu puas dengan semua itu?"
"Ya, benar."
Mendengar jawapan demikian, sang putera termenung. Dia berfikir, barangkali begitulah hidup yang sebenarnya, katanya dalam hati. Setelah merasa puas, kemudian sang putera menghadiahkan beberapa dirham kepadanya. Dengan mengucapkan terima kasih, si miskinpun beredar pergi.
"Bila nafsu manusia dapat merasakan kepuasan hanya dengan seperti itu, lalu apa ertinya kemewahan dunia ini bagiku?" rintih hati sang putera.
Pada suatu malam, ketika penghuni istana sedang terlelap tidur, putera itu meninggalkan istananya dengan menyamar sebagai seorang papa. Dia meninggalkan istananya yang menurutnya tidak mampu memberikan kebahagian hidup dan ketenangan jiwa. Baginya, kehidupan yang fana ini jika semakin diteguk akan menjadikannya semakin haus. Akhirnya, sang putera "meninggalkan" semuanya. Sejak hari itu, Abu Ishak mencurahkan hatinya dengan ibadah. Dia berusaha untuk mendekatkan diri pada Allah dan memohon keredhaan-Nya.
Setelah si miskin itu berada dihadapannya, sang putera berkata, "Kulihat kamu makan roti dengan lahapnya. Adakah kamu merasa lapar ketika itu?"
"Benar, Putera!" jawabnya.
"Kemudian, kamu meneguk air dari kantung kulitmu. Adakah kamu merasa haus ketika itu?"
"Benar."
"Kemudian, kulihat kamu tertidur dengan nyenyaknya. Adakah kamu puas dengan semua itu?"
"Ya, benar."
Mendengar jawapan demikian, sang putera termenung. Dia berfikir, barangkali begitulah hidup yang sebenarnya, katanya dalam hati. Setelah merasa puas, kemudian sang putera menghadiahkan beberapa dirham kepadanya. Dengan mengucapkan terima kasih, si miskinpun beredar pergi.
"Bila nafsu manusia dapat merasakan kepuasan hanya dengan seperti itu, lalu apa ertinya kemewahan dunia ini bagiku?" rintih hati sang putera.
Pada suatu malam, ketika penghuni istana sedang terlelap tidur, putera itu meninggalkan istananya dengan menyamar sebagai seorang papa. Dia meninggalkan istananya yang menurutnya tidak mampu memberikan kebahagian hidup dan ketenangan jiwa. Baginya, kehidupan yang fana ini jika semakin diteguk akan menjadikannya semakin haus. Akhirnya, sang putera "meninggalkan" semuanya. Sejak hari itu, Abu Ishak mencurahkan hatinya dengan ibadah. Dia berusaha untuk mendekatkan diri pada Allah dan memohon keredhaan-Nya.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan