Memaparkan catatan dengan label Nabi Musa. Papar semua catatan
Memaparkan catatan dengan label Nabi Musa. Papar semua catatan

Ahad, 21 Jun 2020

Menjadi Ikhwan Yang Dirindui Rasullullah SAW

Pada suatu hari, berlaku perbualan di antara Nabi saw. dengan Saidina Abu Bakar Siddiq serta para sahabat lain. “Wahai Abu Bakar, aku begitu rindu hendak bertemu dengan saudara-saudaraku ( ikhwanku ),” berkata Nabi saw. “Wahai Rasulullah, bukankah kami ini teman-teman engkau?” jawab Abu Bakar. “Bukan,” jawab Nabi saw. “Kamu adalah sahabat-sahabatku”.


Para sahabat menjadi keliru dan hairan siapakah yang dimaksudkan dengan ikhwan yang Nabi rindukan itu. Setahu mereka yang paling rapat dengan Nabi ialah para sahabat sendiri. Melihatkan Abu Bakar dan sahabat-sahabat lain kebingungan, Nabi segera menjelaskan; “Ikhwan ialah mereka yang belum pernah melihat aku, tetapi mereka beriman dengan aku sebagai Rasulullah dan mereka mencintaiku lebih daripada kecintaannya kepada anak dan orang-orang tua mereka”. Para sahabat masih belum berpuas hati dan bertanya, “Ya Rasulullah, bukankah kami ini ikhwan( saudara) engkau?”. “Kamu semua adalah sahabat-sahabatku!” sekali lagi Nabi menjelaskan.



“Wahai Abu Bakar, tidakkah engkau juga merindui ikhwanku itu, kerana mereka juga mencintai engkau lantaran engkau adalah sahabatku?” Persoalan ikhwan menjadi teka-teki kepada para sahabat. Kemudian Nabi memberitahu bahawa mereka ialah umat Nabi sesudah wafatnya baginda. Walaupun mereka tidak berjumpa dengan baginda namun tetap beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka membaca al-Quran dan al-Hadis serta mencintai Nabi-Nya sebagai Rasulullah yang penghabisan. Mereka juga mencintai sahabat-sahabat Nabi yang berjuang menegakkan Islam.



Alhamdulillah yang dimaksudkan oleh Nabi sebagai ikhwan itu ialah umat terkemudian termasuk diri kita. Jika kita mengikut ajaran Nabi serta mencintai baginda, Nabi saw. amat menyanjungi serta merindui kita kerana menurut baginda meskipun kita tidak berpeluang berjumpa dengannya, namun kita tetap beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Golongan ikhwan ini pernah Nabi katakan sebagai makhluk yang paling ajaib imannya kerana beriman tanpa bertemu dengan Nabi sendiri. “Berbahagialah orang yang dapat berjumpa dan beriman dengan aku. Dan berbahagialah 70 kali ganda orang-orang yang beriman dengan aku, meskipun tidak pernah berjumpa dengan aku!” jelas Nabi lagi. 

Pernahkah kita fikirkan betapa besarnya keuntungan kita menjadi umat Nabi Muhammad SAW? Sebenarnya kelebihan umat Nabi Muhammad SAW ini telah diketahui oleh Nabi Musa AS sewaktu munajatnya dengan Allah SWT seperti kisah berikut:

Abul Laits Assamarqandi meriwayatkan dengan sanadnya dan Muqatil bin Sulaiman berkata:

Nabi Musa a. s bermunajat: Ya Rabbi, aku mendapatkan dalam alwaah, ada suatu umat yang dapat memberi syafaat dan akan diterima syafaat mereka. Jadikanlah mereka umatku. Jawab Allah S. W. T: Mereka umat Muhammad S. A.W

Ya Rabbi, aku dapatkan juga umat yang tebusan dosa mereka cukup dengan sembahyang lima waktu, jadikanlah mereka umatku. Jawab Allah S. W. T: Mereka umat Muhammad S. A.W

Ya Rabbi, aku dapatkan juga ada umat yang akan membasmi kesesatan sehingga mereka akan membunuh Dajjal yang bermata sebelah. Jadikan mereka umatku. Jawab Allah S. W. T: Mereka umat Muhammad S. A.W

Ya Rabbi, juga aku dapatkan ada umat yang kesucian mereka dengan air dan tanah, jadikanlah mereka umatku. Jawab Allah S. W. T: Mereka umat Muhammad S. A.W

Ya Rabbi, juga aku dapatkan ada umat yang boleh menerima sedekah (zakat) dan memakannya, padahal umat-umat yang dahulu harus dibakar dengan api. Jadikan mereka umatku. Jawab Allah S. W. T: Mereka umat Muhammad S. A.W

Ya Rabbi, juga aku dapatkan ada umat yang bila seorang niat akan membuat kebaikan dan tidak jadi berbuat dicatat satu hasanah (kebaikan), lalu bila dikerjakan ditulis sepuluh hasanah, dan dapat dilipat gandakan hingga tujuh ratus lebih, dan bila niat kejahatan tidak ditulis, dan jika dikerjakan kejahatan itu ditulis hanya satu. Jadikan mereka umatku. Jawab Allah S. W. T: Mereka umat Muhammad S. A.W

Ya Rabbi, juga aku dapatkan ada umat yang tujuh puluh ribu orang dari mereka akan masuk syurga tanpa hisab, jadikan mereka umatku. Jawab Allah S. W. T: Mereka umat Muhammad S. A.W

Ya Rabbi, aku juga mengetahui akan suatu umat yang merupakan sebaik-baik umat kerana mereka melakukan amar makruf dan nahi munkar, jadikanlah mereka umatku. Jawab Allah S. W. T: Mereka umat Muhammad S. A.W

Ya Rabbi, juga aku dapatkan ada umat yang terakhir masanya, tetapi terdahulu di hari kiamat, jadikan mereka umatku. Jawab Allah S. W. T: Mereka umat Muhammad S. A.W

Ya Rabbi, juga aku dapatkan ada umat yang kitab Allah itu di dalam dada mereka (hafaz) tetapi mereka membacanya sambil melihat, jadikan mereka umatku. Jawab Allah S. W. T: Mereka umat Muhammad S. A.W

Sehingga Nabi Musa as ingin menjadi umat Nabi Muhammad SAW. Lalu Allah menurunkan wahyu kepadanya: Ya Musa, Aku telah memilih engkau dan semua manusia untuk menerima risalah-Ku dan firman-Ku maka terimalah apa yang Aku berikan kepadamu, dan jadilah dari golongan orang- orang yang bersyukur.

(Dan dari kaum Musa ada orang-orang yang memimpin umat ke jalan yang hak, dan dengan hak itu mereka berlaku adil). Maka Nabi Musa as. berpuas hati dengan jawapan Allah SWT ini serta redha.

KETERANGAN: Saudaraku sekalian, di sini kita dapat lihat betapa istimewanya umat Nabi Muhammad SAW ini sehinggakan seorang Nabi yang tinggi darjatnya ingin jadi seperti kita. Namun adakah kita pernah bersyukur dengan keistimewaan ini? Pernahkah kita mengucapkan ucapan syukur kepada-Nya kerana menjadikan kita umat Nabi Muhammad S. A.W ? Maka jika kita tidak pernah mengucapkannya, marilah sama-sama kita mengucapkan "Alhamdulillah Ya Rahman Ya Rahim". 

Kita juga perlu bersyukur kerana menjadi umat Nabi Muhammad SAW dengan memperbanyakkan selawat kepada Rasulullah SAW dan mengikuti sunnah-sunnahnya.

Semoga kita termasuk dalam golongan Ikhwan yang dirindui oleh Rasullullah SAW...

Rabu, 31 Ogos 2011

Ikan Sebelah Menjadi Bukti Pertemuan Nabi Musa AS dan Nabi Khidir AS



“Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada muridnya: "Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke Pertemuan dua buah lautan; atau aku akan berjalan sampai bertahun-tahun".

Maka tatkala mereka sampai ke Pertemuan dua buah laut itu, mereka lalai akan ikannya, lalu ikan itu melompat mengambil jalannya ke laut itu.

Maka tatkala mereka berjalan lebih jauh, berkatalah Musa kepada muridnya: "Bawalah kemari makanan kita; Sesungguhnya kita telah merasa letih kerana perjalanan kita ini".

Muridnya menjawab: "Tahukah kamu tatkala kita mecari tempat berlindung di batu tadi, Maka Sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidak adalah yang melupakan aku untuk menceritakannya kecuali syaitan dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali".

Musa berkata: "Itulah (tempat) yang kita cari". lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula.

“Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.” (Qs. Al-Kahfi: 60-65)

Kisah tersebut merupakan salah satu contoh pembelajaran kepada kita, bahwa wasilah itu adalah penting bagi mereka yang mau memiliki jalan yang lurus atau jalan tol atau jalan pintas menuju Allah SWT.


Apa maksud wasilah? Wasilah di sini ada dua pengertian iaitu:


a.      Membuat kerja-kerja kebaikan, kebajikan dan amal-amal soleh yang berbentuk hablumminallah dan hablumminannas. Kita akan sampai dipelihara Tuhan nanti. Kita akan sampai kepada Tuhan. Ertinya Tuhan terima, Tuhan redha lalu Tuhan akan jamin keselamatan kita dunia dan Akhirat.


b.      Pengertian yang lebih utama dari pengertian di atas ialah kita perlu cari guru atau mursyid untuk memimpin kita kepada Tuhan. Wasilah di sini maksudnya guru atau mursyid yang memimpin dan mendidik. Jadi, cari wasilah dengan maksud yang kedua ialah cari guru yang memimpin kita kepada Tuhan supaya sifat taqwa itu dapat kita miliki atau dengan kata-kata lain, kita dapat perlindungan dari Tuhan. Kalau tidak ada guru atau mursyid yang membawa dan memimpin kita maka kita tidak akan sampai kepada Tuhan. 


Jika Nabi Musa AS tidak mempedulikan hal ikan tersebut, pasti beliau akan berjalan (ibadah) bertahun-tahun (untuk sampai ke satu peringkat yang lebih tinggi) jika hanya bergantung kepada kemampuan diri sendiri.



Sebagai makluman; ikan tersebut sudah dimasak, dan sudah di makan pada salah satu sisinya oleh Nabi Musa As bersama ‘murid’nya. Kemudian Allah SWT menghidupkan ikan tersebut dengan situasi yang demikian.

Bukti nyata keanehan ikan tersebut jika anda mengenal Ikan Sebelah yang situasinya sebelah memiliki daging sebelah lagi tidak. Keunikan lain dari ikan ini adalah posisi kedua mata nya yang berlainan dari biasa.

Dari kisah Nabi Musa As dengan Nabi Khidir As ini, selain hikmah wasilah yang dapat kita petik, hikmah lainnya adalah seorang Nabi-pun yang ingin mencapai derajat kesolehan yang lebih tinggi wajib mencari “Guru Pembimbing” meskipun ia adalah seorang guru yang memiliki murid (Nabi Musa As bersama muridnya).

Hikmah lainnya adalah dari ayat, “Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.”

Pertanyaanya, kan Allah itu Kuasa, tapi mengapa mengajarkan Nabi Musa As melalui wasiilah Nabi Khidir As, mengapa tidak bicara langsung padahal Nabi Musa As telah diberi keistimewaan dapat berkata-kata langsung dengan Allah?
Dan dalam ayat tersebut dan ayat-ayat lainnya Allah selalu berkata “Kami”, yang membuktikan dengan jelas bahwa segala urusan di dunia maupun di akhirat memiliki sistem kepemimpinan yang disebut Birokrasi. Dan Allah menghargai para petugas-petugasnya yang di langit maupun di bumi, di dunia maupun di akhirat dengan berkata “Kami”.

Hikmah lainnya adalah perbezaan nyata dari sifat keilmuan antara Nabi Musa As dengan Nabi Khidir As, Nabi Musa As adalah ahli syariat, sedangkan Nabi Khidir As adalah ahli haqikat. Dan jelas ahli haqikat memiliki darjat yang lebih tinggi disisi Allah daripada ahli syariat.

Oleh sebab itu hal ibadah itu terbahagi kepada dua, iaitu ibadah yang bersifat Hasanah, dan ibadah yang bersifat Darjat. Ibadah tanpa berwasilah seorang Wali Mursyid disebut ibadah hasanah, sebaliknya yang berwasilah seorang Wali Mursyid disebut ibadah Darjat.

Bicara tentang birokrasi tentunya tidak terlepas bicara tentang bai’at atau ikatan perjanjian. Syarat sahnya suatu hubungan pasti ada bai’at-nya.

Tidak sah disebut murid jika tidak berbai’at dengan guru, pertanyaannya apakah disebut umat Nabi Muhammad SAW jika tidak berbai’at kepadanya? Bagaimana kita ingin berbai'at dengan baginda Rasulullah SAW sedangkan baginda sudah wafat?

Apakah perusahaan tersebut dapat dipimpin oleh Seorang pengurus yang ghaib? Apakah negara Indonesia/Malaysia dapat dipimpin oleh Presiden yang ghaib? Apakah umat Islam di dunia dapat dipimpin oleh seorang pemimpin yang sudah ghaib? Oleh sebab itu sesungguhnya di dunia ini Islam masih memiliki seorang pemimpin umat yang masih hidup, yakni sebagai petugas atau “utusan” yang di utus oleh Allah dan Rasul-Nya. Dan kepemimpinan ini akan terus bergantian dan berlangsung hinggalah hari kiamat.

Perbedaan karakteristik kepemimpinan antara satu dengan yang lain, antara terdahulu dengan yang baru adalah wajar.

Hal inilah yang menyebabkan umat Islam memiliki cara atau ‘jalan’ atau line (jalur) yang berbeza-beza untuk mencapai tujuan yang sama, iaitu kembali kepada Allah SWT. Maka wajar kadangkala ada berselisih pendapat.

Daun-daun pada ranting saling berpautan, apa guna saling berselisih padahal mereka berada pada pohon yang sama.
*********************
Hidup tidak pernah membatasi, tapi kita lah yang selalu membatasi hidup.
Ayat-ayat Allah tidak dibatasi oleh kitab-kitab suci atau pun Hadis, tetapi kita lah yang selalu membatasi ayat-ayat Allah.
Tak ada Ilmu mengenal Allah sebaik Ilmu Rasa, maka belajarlah Ilmu Rasa (Tasawuf)! 

Sumber asal: http://hudan-ibnul-iman.blogspot.com/2010/02/seekor-ikan-sebelah-pun-menjadi.html