Memaparkan catatan dengan label Tarikat. Papar semua catatan
Memaparkan catatan dengan label Tarikat. Papar semua catatan

Jumaat, 26 Ogos 2011

Teori Jiwa Manusia



SEBUAH teori tentang manusia dalam ajaran Thariqat Qodiriyah Naqsyabandiyah (TQN) yakni konsep pentingnya jiwa (nafs). Kenapa penting? Karena jiwa ini berhubungan dengan sebuah keyakinan seseorang. “Barang siapa mengetahui nafs (dirinya), maka ia mengetahui Tuhannya.” Dapat ditafsirkan dari maksud pernyataan tersebut adalah siapa saja yang mengetahui kelemahan, kehinaan dan kebodohan, kefanaan, dan keterbatasan dirinya, maka ia pasti akan mengetahui kemuliaan, kekuasaan, kemaha-tahuan, dan kebaqaan Tuhannya… Mengenai pentingnya pengetahuan untuk mengetahui hakikat dirinya, dipertegas dan disandarkan pada firman Alloh SWT :
“Dan barangsiapa yang buta hatinya di dunia ini, niscaya di akhirat ia akan lebih buta pula dan lebih tersesat dari jalan yang benar. (Q.S. al- Isro : 72 )
Dalam pandangan TQN, jiwa (nafs) adalah kelembutan yang bersifat ketuhanan. Kelembutan ini sebelum bersatu dengan badan atau jasmani manusia disebut dengan al-ruh, dan ruh yang tadinya suci bersih ketika telah masuk dan bersatu dengan jasad, maka terjadilah kontaminasi lingkungan sehingga menimbulkan potensi kesadaran (ego).
Jiwa yang diciptakan oleh Alloh sebelum bersatunya dengan jasad kasar dunia, ia bersifat suci, bersih dan cenderung mendekat kepada Alloh dan mengetahui akan Tuhannya. Akan tetapi setelah ruh tersebut bersatu dengan jasad akhirnya ia melihat (mengetahui) yang selain Alloh, dan oleh karena itu terhalanglah ia dari Alloh karena sibuknya dengan yang selain Alloh itu. Itulah sebabnya ia perlu dididik, dilatih dan dibersihkan agar dapat melihat, mengetahui dan berdekatan dengan Alloh SWT sebagaimana sebelumnya.
Dan ruh yang masuk dan bersatu dengan jasad manusia, menurut para Ulama memiliki lapisan-lapisan kelembutan atau disebut dengan latifah, dikatakan bahwa tujuh latifah yang ada pada diri manusia itu adalah al-nafs atau jiwa. Jadi jiwa menurut pandangan TQN memiliki tujuh lapis berasarkan nilai kelembutannya, yaitu: 1. al-nafs al-amarah, 2. al-nafs al-lawwamah, 3. al-nafs al-mulhimah, 4. al-nafs al-muthmainah, 5. al-nafs al-radiyah, 6. al-nafs al-mardiyah, dan 7. al-nafs al-kamilah.
Sedangkan latifah pada tahapan selanjutnya digunakan sebagai istilah praktis yang berkonotasi tempat. Latifah al-nafsi sebagai tempat al-nafs al-amarah, latifatul qalbi sebagai tempat al-nafs al-lawwamah, latifatu al-ruhi sebagai tempat nafs al-nafs mulhimah, dan seterusnya sehingga terjadi perubahan sebutan setelah bersatu dengan badan menjadi :
1. Latifat al-nafs berubah menjadi nafs al-amarah,
2. Latifat al-qalbi berubah menjadi nafs al-lawwamah,
3. Latifat al-ruhi berubah menjadi nafs mulhimah,
4. Latifat al-sirri berubah menjadi nafs mutmainnah,
5. Latifat khafi berubah menjadi nafs al-rodiyah,
6. Latifat al-akhfa berubah menjadi nafs mardiyah,
7. Latifat al-qolab berubah menjadi nafs al-kamilah.
Oleh karena itu al-anfus (jiwa-jiwa) tersebut memiliki ciri-ciri mistis yang sama dengan latifah-latifah tersebut.
1. Jiwa Lawwamah
Jiwa ini adalah suatu kesadaran akan kebaikan dan kejahatan, sehingga ia suka mencela (al-laum) baik pada diri sendiri maupun pada orang lain. Jiwa ini terkadang menimbulkan semangat untuk berbuat baik tetapi juga terkadang muncul keinginan untuk maksiat kepada Alloh, akibatnya muncul penyesalan.
Pusat pengendaliannya pada latifatul qolbi yang berada di bawah susu kiri sekitar jarak dua jari yang condong ke kiri, dibawah susu kiri. Jiwa ini di bawah dominasi sembilan sifat-sifat jelek manusia yaitu: al-laum (suka mencela), al-hawa (senang menuruti hawa nafsu, al-makr (makar atau juga menipu), al-’ujub (membanggakan diri), al-gibah (menggunjing), al-riya (pamer atas amal dan prestasinya), al-dulmu (menganiaya, tidak adil), al-kidzbu (berbohong, al-goflah (lupa dari mengingat Alloh).
Walaupun jiwa ini mendominasi manusia dengan sifat-sifat jelek tersebut, tetapi latifah al-qolbi ini merupakan tempatnya sifat-sifat baik yaitu iman atau keyakinan akan kebenaran syari’ah, penyerahan diri kepada ketentuan-ketentuan syari’ah Alloh.
2. Jiwa Mulhimah
Jiwa ini merupakan kesadaran yang mudah menerima intuisi (ilham) dari Alloh SWT berupa pengetahuan. Jiwa ini juga melahirkan adanya kesadaran bersifat tawadu’ atau merendahkan diri, qona’ah atau menerima apa adanya.
Pusat pengendaliannya pada latifatur ruhi yang berada di bawah susu kanan berjarak kira-kira dua jari. Ia memiliki hubungan dengan paru-paru manusia. Menurut TQN jiwa mulhimah memiliki tujuh sifat yang dominan yaitu: al-shakhowah (dermawan), al-qona‘ah (tidak rakus), al-hilmi (lapang dada), al-tawadu’ (merendahkan diri), al-taubah (bertaubat), ash-shobru (tahan uji), al-tahamul (tahan menjalani penderitaan).
Di samping adanya dominasi sifat-sifat baik tersebut, dalam jiwa mulhimah ini bersarang jiwa rendah/ kebinatangan, yaitu jiwa binatang jinak (bahamiyah) cenderung menuruti hawa nafsu untuk bersenang-senang semata, terutama kepentingan seksual.
3. Jiwa Mutmainnah
Jiwa ini adalah jiwa yang diterangi oleh cahaya hati nurani, sehingga bersih dari sifat sifat yang tercela dan stabil dalam kesempurnaan. Jiwa ini merupakan starting point untuk kesempurnaan, maka apabila seorang salik telah menginjakkan kakinya pada tingkatan ini berarti ia mulai meninggalkan tingkatan thariqat menuju tingkatan hakikat. Dia mampu berkomunikasi dengan orang lain sementara hatinya berkomunikasi dengan Tuhan karena begitu terikatnya dengan Alloh.
Pusat pengendaliannya pada latifatus sirri yang letaknya berada di atas susu kiri jarak dua jari dan condong ke kiri. Jiwa ini didominasi sifat sifat baik yaitu: al-jud (tidak kikir terhadap harta demi untuk ketaatan kepada Alloh), al-tawakkal (bertawakkal kepada Alloh sebagaimana anak kecil berpasrah diri kepada ibunya), al-ibadah (beribadah ikhlas kepada Alloh, al-syukru (mensyukuri ni’mat dari Alloh), al-rido (rela terhadap hukum dan ketentuan Allah), al-khoswah (takut mengerjakan maksiyat kepada Alloh SWT).
Walaupun demikian jiwa ini tetap harus dihidupkan, sebab kalau tidak maka akan muncul sifat-sifat binatang buas (sabu‘iyah), seperti raku, ambisius, menghalalkan segala cara, suka bertengkar dan bermusuhan.
4. Jiwa Mardiyah
Jiwa ini merupakan realitas dari latifah khofi yang sangat lembut dan lebih condong kepada sifat dan kecenderungan latifah ini. Yang bersih suci dekat kepada Alloh, karena jauh dari unsur-unsur jasmaniyah.
Pusat pengedaliannya pada latifatul khofi di atas susu kanan sekitar dua jari dan condong ke kanan.
Menurut TQN jiwa ini didominasi oleh enam sifat baik manusia yaitu: husnul khuluq (baik budi pekertinya lahir bathin), tarku ma siwa Alloh (meninggalkan sesuatu yang selain Alloh), al-lutfu (belas kasihan kepa da semua makhluk), hamlul ahlak ‘alas shilah (selalu mengajak kepada kebaikan), shofhu ‘anid dzunubil khalqi (mema’af terhadap kesalahan), hubu al ahlaqi wal mail li ihrojihim min dulumati taba’ihim wa anfusihim ila anwar arwahihim (menyayangi mahluk dengan maksud untuk mengeluarkan mereka dari pengaruh tabi’at dan nafsu mereka kepada cahaya ruhani yang suci).
Pada jiwa ini bersarang juga sifat sifat jelek yang berbahaya yaitu sifat-sifat syaitan, seperti hasud dengki hiyanat takabur dan munafiq.
5. Jiwa kamilah
Jiwa ini merupakan penjelmaan dari latifah ahfa. Ia merupakan kelembutan yang paling dalam pada kesadaran manusia. Kesadaran jiwa yang paling bersih dari pengaruh unsur-unsur materi yang lebih rendah.
Pusat pengendalian jiwa ini pada latipatul ahfa yaitu yaitu di tengah-tengah dada manusia. Jiwa ini didominasi oleh sifat-sifat mulia yang sangat utama, yaitu: ilmu yaqin, ‘ainal yakin, dan haqqul yaqin. Selain tiga sifat utama dalam pusat kesadaran (jiwa) ini, maka terdapat sifat ketuhanan (rububiyah), yakni sifat ketuhanan yang tidak semestinya dipergunakan oleh manusia, seperti takabur, ujub, riya, sum‘ah dan sebagainya.
6. Jiwa Amarah
Jiwa ini cenderung pada tabi’at badaniyah, karena dasarnya ia berasal dari unsur jasmaniyah (walaupun bersubstansi latifah karena terlalu lembutnya). Dan nafsu atau jiwa ini pula yang membawa qalb (latifah) ke arah yang lebih rendah, serta menuruti keinginan-keinginan duniawi yang dilarang oleh syari’at.
Pusat pengendaliannya pada latifatun nafsi, yaitu di dahi antara dua alis. Jiwa ini merupakan sumber segala kejahatan dan akhlak yang tercela.
Menurut TQN, jiwa ini memiliki tujuh gejala, yaitu: al-buhl (kikir), al-hirs (ambisi dunia/ materialistik), al-hasad (dengki dan iri hati), al-jahl (bodoh/ susah menerima kebenaran), syahwat (keinginan untuk melanggar syari‘ah), al-kibr (merasa diri besar), al-godob (marah-marah).
Di antara ketujuh gejala nafs al-amarah tersebut, ada tiga hal yang dikatakan oleh Nabi Saw sebagai hal yang merusak, yaitu: kikir yang diperturutkan, hawa nafsu yang selalu diikuti dan merasa bangga atas diri sendiri.
7. Jiwa Radiyah
Jiwa ini merupakan kesadaran ruhaniyah dari latifatul qolab. Oleh karena itu ia bersifat meliputi baik dari aspek ruhaniyah maupun jasmaniyah. Ia merupakan jiwa tertinggi bagi manusia serta realitas manusia sebagai makhluk jasmani dan ruhani hamba Tuhan sekaligus penguasa alam semesta. Manusia sebagai mahluk tertinggi di antara dua alam, yaitu alam malaikat dan alam syaitani.
Pusat pengendaliannya pada latifatul qolab yaitu di seluruh tubuh (badan jasmaniyah) manusia, mulai
dari ujung rambut sampai ujung kaki.
Adapun sifat-sifat yang dominan yang dimiliki jiwa ini ialah: al-karom (mulia/ dermawan, senang shodaqoh, dan senang beramal jariyah), al-zuhdu (bertapa dari materi, menerima materi yang halal walaupun sedikit dan meninggalkan yang syubhat walaupun banyak, apalagi yang haram), al-ikhlash (memurnikan niatnya kepada Alloh), al waro’ (berhati-hati dalam beramal/ memilih yang baik menurut syari’ah), al-riyadloh (latihan terus menerus untuk menyiksa hawa nafsu dengan selalu menghiasi diri dengan ahlakul karimah dan meninggalkan ahlak hayawaniyah, al-wafa (senantiasa memegang janji terutama janjinya kapada Alloh).
Ketujuh macam dan tingkatan jiwa ini merupakan obyek pembinaan dan pendidikan dalam Thariqat Qodiriyah Naqsyabandiyah, dan sekaligus merupakan gradual dalam sistem tarbiyatud dzikri yang dilakukan secara mutaroqqiyan. Wallohu a‘lam.
(Penulis adalah Dosen STIE-Latifah Mubarokiyah)

Sumber: http://majalahnuqthoh.wordpress.com/2009/09/16/teori-jiwa-manusia/

Tarikat Ahlul Bait 4 (Akhir)



Oleh:
Habib Hasan bin Mohammad Al-Attas
www.shiar-islam.com


AKHLAK PARA ULAMAKNYA

Seorang yang mengamalkan Tarikat al-Alawiyah akan menjauhkan diri dari sifat-sifat besarkan diri. Misalnya ulamanya tidak akan berusaha untuk berjumpa raja, dan menjauhkan diri daripada mengharap daripada mereka, akan tetapi raja yang saleh biasanya akan mencari mereka.

Dalam sesuatu majlis yang dihadiri banyak ulama, biasanya setiap ulama akan memuji yang lain, tidak dirinya sendiri. Kalau dirinya dipuji, pujian itu tidak akan membuatkan besar diri sama sekali, malahan akan menjadikannya lebih tawaduk.

Pada waktu sembahyang, tidak semestinya yang paling alim akan menjadi imam. Asalkan cukup syarat-syaratnya, yang tertua diantara mereka di utamakan. Ini adalah selaras dengan pesanan Nabi s.a.w. sebagaimana tersebut di sahih al-Bukhari dalam kitab al-Salah:
وَإِذَا حَضَرَتِ الصَّلاَةُ فَلْيُؤَذِّنْ أَحَدُكُمْ، وَلْيَؤُمَّكُمْ أَكْبَرُكُمْ
(رواه البخاري)
Artinya:
“Apabila tiba waktu untuk sembahyang, maka hendaklah seorang diatara kamu azan dan yang tertua di antara kamu menjadi imam” (H.R. Bukhari).

AL-Imam Ahmad bin Zein Al-Habsyi bertanya kepada gurunya yakni Imamul Haddad; “Apakah jalan para kaum Alawiyin ?” Beliau menjawab dengan singkat: “Jalan mereka adalah lima:
  1. Ilmu
  2. Amal
  3. Al-Khauf (takut kepada Allah)
  4. Alwara
  5. Ikhlas
    ( “Katakan Inilah Jalanku” : Ceramah Al-Habib Jindan bin Novel bin Jindan tentang Tarikat Alawiyah, menjelang penutupan Mubes Rabitah Alawiyah 1427 H/2006 M di Jakarta dalam buku yang diterbitkan oleh Yayasan Al-Fachriayah, hal:19)
Ilmu: seorang yang mengamalkan Tarikat al-Alawiyah harus berilmu sebelum beramal. Misalnya sebelum berpuasa mestilah belajar hukum puasa. Sebelum menunaikan fardu Haji, mestilah belajar hukum haji. Ilmu yang dimaksudkan bukannya Ilmu yang banyak tetapi setakat beramal dengan sempurna. Kalau seorang pergi ke Makkah untuk menunaikan fardu haji, bagaimana dia dapat menyempurnakan hajinya dengan sempurna ? Ilmu itu perlu untuk beramal dengan sempurna.

Amal. Mesti rajin dalam beramal. Melakukan segala kebaikan. Banyak beribadah seperti bersedekah, suka membantu, memberi nasihat dan mengambil berat hal ehwal keluarga dan masyarakatnya.

Tarikat ini lebih mementingkan amalan daripada percakapan. Sebab itulah apabila ditanya tentang Tarikat al- Alawiyah ada diantara ulamanya berkata: “Lihatlah kepada amalan mereka dan janganlah melihat apa yang mereka katakan.”

Mereka yang berpegang teguh dengan Tarikat al-Alawiyah akan sentiasa menjaga kesempurnaan amal mereka terhadap Allah. Mereka tidak menasihati seseorang tanpa dirinya mengerjakannya terlebih dahulu. Mereka sentiasa takut jika termasuk dalam golongan sebagaimana yang disebutkan dalam al-Quran di surah al-Baqarah ayat 44. 

(Tarikat al-Alawiyah, Syed Hassan bin Muhammad bin Salim al-Attas, Masjid Ba’alawi, Singapura, 28hb Rabiul Akhir 1422 H, 19hb Julai 2001.
Artinya:
أَتَأْمُرُوْنَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ أَنْفُسَكُمْ وَأَنْتُمْ تَتْلُوْنَ الْكِتَابَ أَفَلاَ تَعْقِلُوْنَ
(البقرة: 44
    Maksudnya: “Patutkah kamu menyuruh manusia supaya berbuat kebaikan sedang kamu lupa akan dirimu sendiri, padahal kamu semua membaca kitab Allah, tidakkah kamu berakal.” (Al- Baqarah: 44)
Al-Khauf : Takut kepada Allah, takut melanggar segala perintah Allah, dan mengharapkan keredhaan Allah s.w.t. 

Wara’ : Menjauhkan diri dari segala perkara yang meragukan (syubhat), contohnya Anas bin Malik berkata : “Nabi s.a.w. menemui buah kurma di jalan, maka Nabi s.a.w. bersabda:” Seandainya saya tidak kuatir bahwa kurma itu termasuk sedekah, niscaya saya makan.” (H.R.Bukhari dan Muslim).

Ikhlas : Melakukan sesuatu pekerjaan karena Allah sahaja, bukan disebabkan oleh yang lainnya.

Tarikat al-Alawiyah adalah tarikat yang paling senang diamalkan tanpa syarat-syarat tertentu. Ia berpegang teguh kepada empat perkara: ( 1).Ilmu, (2) Amal (3) Takhalli (4) Tahalli
(Alwi bin Tahir, Uqud al-Almas, m.s.61,62,&64)
  1. Ilmu
  2. Amal
  3. Takhalli berarti menjauhkan diri daripada melakukan segala dosa, maksiat, hasad, dengki, malas dan lain-lainnya perkara yang dilarang Allah.
  4. Tahalli berarti menghias diri dengan segala sifat-sifat yang baik, seperti ikhlas, rajin, menyempurnakan sunnah-sunnah Nabi s.a.w. denan banyak sembahyang, berpuasa, beerwirid, dsb.
    Mereka yang mengamalkan empat perkara ini berarti mengamalkan Tarikat Al-Alawiyah. Oleh yang demikian, ramai yang mengikuti Tarikat Al-Alawiyah tanpa menyadarinya, karena Tarikat al-Alawiyah tidak menentukan syarat kepada pengikut-pengikutnya dan tidak menzahirkan bahwa mereka pengikut Tarikat Al-Alawiyah, karena yang penting adalah amalan dan keikhlasan seseorang itu terhadap Allah s.w.t.
    KESIMPULAN
  1. Tarikat Ahlul Bait ialah jalan atau petunjuk dalam melakukan ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah S.W.T. dengan berpandukan al-Quran dan Sunnah yang diamalkan oleh Rasulullah s.a.w. dan dilanjutkan oleh Fatimah Azzahra (putri kesayangan beliau), dilanjutkan oleh Imam Ali bin Abi Thalib, dan sterusnya diamalkan oleh cucunda kesayangan Nabi s.a.w. Hasan dan Husein, dan zuriatnya.
  1. Tarikat al-Alawiyah adalah Tarikat Ahlul Bait. Tarikat ini, dinamakan oleh Al-Faqih al-Mukaddam dengan nama “Tarikat Al-Alawiyah” sempena nama datuknya Alawi bin Ubaydillah bin Ahmad al-Muhajir. Tarikat ini diasaskan oleh keturunan Saidina Husein dari Imam al-Muhajir di Hadhramaut yang bermazhab Syafi’i. Tarikat Al-Alawiyah mempunya lima pegangan yaitu Ilmu, Amal, Alkhouf (takut kepada Allah), Al-Wara’ (menghindarkan diri dari segala yang meragukan) dan Ikhlas (beramal karena Allah sahaja). Mereka banyak bersembahyang, berpuasa, dan berwirid (membaca zikir dan do’a-do’a diketika pagi ataupun petang), menjauhkan diri daripada melakukan segala dosa, maksiat, hasad, dengki, malas dan lain-lain perkara yang dilarang Allah), dan menghias diri dengan amalan yang mulia. Tarikat Ahlu al-Bait al-Alawiyah mementingkan amalan dengan ikhlas untuk mendapat keredhaan Allah.
  1. Oleh karena itu marilah kita berdo’a kepada Allah S.W.T. semoga seluruh zuriat Rasulullah s.a.w. dan seluruh Ummat Islam mencontohi perjalanan Rasulullah s.a.w. serta Ahlul Baitnya, dalam menegak, mempertahan, dan mengembangkan Islam. Marilah kita berusaha menambah Ilmu Pengetahuan yang berguna di dunia dan di akhirat, melakukan Amal Soleh sebanyak-banyaknya, takut hanya kepada Allah s.w.t. dan beramal dengan Ikhlas karena Allah sahaja. Berusahalah membersihkan diri dari noda dan dosa, dan menghiasi diri dengan amalan yang berguna untuk Islam dan ummat seluruhnya, dengan berpandukan Al-Quran dan Sunnah dan amalan para Ahlul Bait dan leluhur mereka
  1. Saya harapkan kepada semua Ummat Islam, khasnya zuriat Rasulallah s.a.w. supaya memberikan contoh teladan yang sebaik-baiknya mengikut jejak dan contoh teladan yang telah ditunjukkan oleh Rasulallah s.a.w. dan Ahlul Baitnya.
  1. Amalan dan contoh teladan yang baik dan terpuji sebagaimana telah dibuktikan oleh junjungan kita Nabi s.a.w. dan Ahlul Baitnya, Insya Allah akan membuat kita hidup bahagia didunia dan di akhirat, dan jadilah kita sebaik-baiknya ummat.
    Kuala Lumpur: 23 Zulhijjah 1430 H
Bersamaan …..: 10 Disember 2009 M.



Tarikat Ahlul Bait 3


IMAM ALI ZAINAL ABIDIN R.A.

Hiasan Para Ahli Ibadah

Ali ibn Husein bin Ali bin Abi Thalib cucunda Rasulallah s.a.w., satu-satunya keturunan Saidina Husein yang telah diselamatkan Allah s.w.t. daripada pembunuhan yang dilakukan oleh Yazid bin Mawiyah bin Abi Sufyan, dipadang Karbala, Iraq.

Sejak masa kecilnya beliau telah menghiasi dirinya dengan sifat-sifat terpuji: Keutamaan budi, Ilmu dan ketakwaan telah menyatu dalam dirinya. Beliau dijuluki as-sajjad, karena banyak bersujud kehazirat Ilahi, dan beliau di beri gelar Zainal Abidin (hiasannya orang-orang ibadah) karena beliau selalu beribadah kepada Allah s.w.t.

Amalan baiknya terutama dalam menolong fakir miskin, selalu dilakukan secara tersembunyi terutama dilakukannya dimalam hari, Sebagaimana datuknya Ali bin Abi Thalib, beliau memikul tepung atau roti dipundaknya guna dibagi-bagikan kepada fakir miskin dan mereka yang berada dalam kesempitan hidup lainnya. Mereka yang mendapat bantuan dari Imam Ali Zainal Abidin, tertanya-tanya siapakan gerangan dermawan yang sudi membantu mereka, dengan meletakkan bahan makanan didepan pintu rumah mereka. Semua ini terbongkar, setelah Imam Ali Zainal Abidin wafat, karena tak ada lagi bantuan seperti yang mereka terima sebelumnya Juga ketika mereka yang bertugas memandikan jenazah Imam Ali Zainal Abidin, didapati tanda bekas kehitam-hitaman dibahu beliau, bekas barang-barang berat yang beliau pikul.

Dalam pergaulannya, beliau sangat ramah, bukan hanya terhadap kawannya saja tetapi juga kepada lawan yang memusuhinya. Banyak pesanan yang ditinggalkan oleh Imam Ali Zainal Abdidin kepada seluruh ummat, antaranya beliau berkata:

“Tiga karakter (yang jika ada pada orang mukmin akan membawa) keberuntungan: Mencegah lisannya dari mengganggu manusia atau menggunjing mereka. Menyibukkan dirinya untuk sesuatu yang bermanfaat di dunia maupun di akhirat, serta selalu menangisi segala kesalahannya. Berhati-hatilah berteman dengan seorang yang dungu, karena dia boleh mencelakakanmu saat ingin berbuat baik untukmu. Yang paling Allah cintai diantara kamu, adalah yang paling baik amalannya. Amal yang paling mulia, adalah yang paling ikhlas nilainya. Yang paling selamat dari siksa Allah, adalah orang yang paling takut kepada-Nya. Yang paling dekat dengan Allah, adalah orang yang paling baik akhlaknya. Orang yang paling diridhai Allah adalah orang yang mengurusi keperluan keluarganya. Orang yang paling mulia disisi Allah adalah orang yang paling bertakwa.

IMAM MUHAMMAD AL-BAQIR

Imam Muhammad gelarannya Al-Baqir, julukannya Abu Ja’far, ayahnya Ali Zainal Abidin, ibunya Fatimah binti Hasan. Lahir di Madinah 1 Rajab 57 H, wafat hari Isnin 7 Zulhijjah 114 H.

Beliau merupakan orang yang pertama yang nasabnya bertemu antara Imam Hasan dan Imam Husein yang berarti beliau orang pertama yang bernasab kepada Fatimah Az Zahra, sekaligus dari pihak ayah dan ibu. 

Selama 34 tahun, beliau berada dalam perlindungan dan didikan ayahnya, Ali Zainal Abidin. Selama hidupnya beliau tinggal di kota Madinah dan menggunakan sebahagian besar waktunya untuk beribadah guna mendekatkan diri kepada Allah SWT serta membimbing masyarakat ke jalan yg lurus.

Mengenai keilmuan dan ketaatannya, kita simak kata-kata ibnu Hajar Al-Haitsami, seorang ulama Sunni yang mengatakan: “Imam Muhammad Al-Baqir telah menyingkapkan rahasia-rahasia pengetahuan dan kebijaksanaan, serta membentangkan prinsip-prinsip spiritual dan agama. Tak seorangpun dapat menyangkal kepribadiannya yang mulia, pengetahuan yang diberikan Allah, kearifan yang dikaruniakan Allah dan tanggung jawab serta rasa syukurnya terhadap penyebaran ilmu pengetahuan. Beliau adalah seorang pemimpin sprituil yang sangat berbakat dan atas dasar inilah beliau terkenal dengan gelar Al-Baqir yang berarti pengurai ilmu. Beliau baik hati, bersih dalam kepribadian dan bersifat mulia.14

Diantara kata-kata hikmahnya: “Barang siapa yang benci karena Allah dan cinta karena Allah, maka tergolong orang yang sempurna imannya. Setiap hamba pasti mempunyai hati yang bersih, apabila berbuat dosa, akan timbul titik hitam, apabila bertaubat, akan sirnah dan bersih lagi. Namun apabila terus menerus berbuat dosa, akan banyak titik hitam itu sehingga tertuplah hatinya menjadi hitam legam. Apabila telah demikian, maka dia tidak akan lagi mau kembali kepada kebaikan sebagaimana firman Allah:
كَلاَّ بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوْبِهِمْ مَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ
(المطففين: 14)
Maksudnya: “Sekali-kali tidak, akan tetapi karena kotoran yang di hati mereka akibat kelakuan mereka” (Al- Muthaffifin: 14).

Beliau juga berkata: “seorang mukmin bersaudara dengan mukmin yang lain, ia tidak akan mencelanya, tidak menghalanginya dari haknya, dan tidak berperasangka buruk terhadapnya. Jadikanlah dunia ini di hadapanmu seperti tempat persinggahan sejenak yang kemudian engkau tinggalkan. Atau seperti harta yang kamu peroleh dalam mimpi lalu merasa bahagia, namun setelah bangun dari tidurmu kamu tidak mendapat sesuatu. Tiga hal yang menghancurkan: orang yang menganggap banyak amal perbuatannya, lupa akan dosa yang dilakukannya, dan merasa kagum dengan pendapatnya sendiri. Surga itu dikelilingi rintangan dan (hal-hal yang menuntut) kesabaran, maka barangsiapa yang sabar dalam menghadapi rintangan di dunia, ia akan masuk surga. Sedang neraka jahannam dikelilingi kenikmatan serta hawa nafsu, maka barang siapa yang memuaskan dirinya dengan hawa nafsu dan kelezatan, ia akan dimasukkan ke neraka”.15

IMAM JA’AFAR SHADIK

Nama Ja’far bin Muhammad Al-Baqir, gelar As-Shadik. Sedang nama ibu adalah fatimah. Dilahirkan di Madinah, hari Isnin 17 Rabiul Awwal 83 H. Wafat pada 23 Syawwal 148 H, dimakamkan di Baqi’ Madinah. Jumlah anaknya 10 orang (7 lelaki, 3 perempuan), mereka adalah: Ismail, Abdullah Al-Aftah, Musa Al-Kadzim, Ishak Muhammad, Abbas, Ali. Anak perempuan: Fatimah, Asma, dan Farwah.

Imam Ja’far Shadik adalah anak dari Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husein bin Ali bin Abi Thalib. Kehidupannya penuh dengan keilmuan dan ketaatan kepada Allah SWT. Sejak kecilnya sehingga selama 19 tahun, beliau berada dibawah asuhan dan didikan ayahnya Imam Muhammad Al-Baqir. Setelah kepergian ayahnya, maka sejak tahun 114 hijrah, beliau menggantikan posisi ayahnya sebagai pemimpin seprituil yang juga marji’ dalam segala bidang ilmu atas pilihan Allah dan rasul-Nya. 

Dakwah yang dilakukan beliau meluas ke segenap penjuru, seingga digambarkan murid beliau berjumlah 4000 orang yang terdiri dari para alim ulama, ahli hukum dan bidang lainnya seperti Jabir bin Hayyan Al-Thusi, seorang ahli matematik, Hisyam bin Al-Ahkam, Mu’min Thaq, seorang ulama yang disegani serta berbagai ulama sunni, seperti Sofyan Al-Tsauri, Abu Hanifa (pendiri mazhab Hanafi) dan lain-lain.

Imam Ja’far As-Shadik lahir dalam rumah tangga ilmu pengetahuan. Ayahandanya Muhammad al-Baqir tumpuan alim ulama di zaman itu. Muhammad al-Baqir didatangi oleh Ahli Hadish dan Ahli Fiqih. Diantaranya Sufyan ats Tsauri, Sufyan ibn ‘Uyainah dari ahli Hadish dan Abu Hanifah ahli Fiqh (Prof.T.M.Hasbi Ash-Shiddieqy, pokok-pokok pegangan Imam mazhab dalam membina Hukum Islam, Jilid II, penerbiat Bulan Bintang Jakarta 1974)
Diantara kata-kata hikmah Imam Ja’far As-Shadik:

”Bentuk kepemimpinan yang terlarang adalah kepemimpinan orang yang dzalim (aniaya) serta stafnya, baik tingkat tinggi maupun tingkat rendah. Haram bekerja dibawah system mereka. Sesungguhnya pengenalan terhadap Allah SWT merupakan penenang dari segala ketakutan, teman dalam kesendirian, cahaya dalam setiap kegelapan, kekuatan dari setiap kelemahan dan (obat) kesembuhan dari setiap kesakitan. Hakim itu ada 4 jenis, yang tiga di neraka, sedang yang satu di surga. Yang mengadili dengan zalim (tidak adil), ia masuk neraka. Yang mengadili dengan zalim tanpa pengetahuan, ia juga di neraka. Yang benar dalam mengadili, namun tidak tahu akan kebenarannya, juga di neraka. Sedang yang masuk syurga yaitu yang mengadili dengan kebenaran dan ia tahu kebenaran itu. Hak seorang muslim kepada muslim lainnya yaitu: mengucapkan salam ketika berjumpa dengannya, dan menjenguknya di kala sakit, serta menyebut kebaikannya di kala tidak ada, serta menjawab “yarhamukallah” apabila saudaranya bersin, serta memenuhi panggilannya, dan menghantar jenazahnya ketika mati. Sesama mukmin adalah bersaudara, mereka laksana badan yang satu, jika sebahagian anggota tubuhnya terkena sakit, maka sakitnya akan dirasakan seluruh tubuhnya.

Hak seorang muslim atas muslim lainnya adalah hendaklah ia tidak merasa kenyang saat saudaranya kelaparan, tidak merasa puas (dari minum) saat saudaranya kehausan, dan hendaknya tidak berpakaian (secara berlebihan) sementara saudaranya dalam keadaan telanjang. Perlakukanlah saudara seagamamu yang kau suka jika hal itu dilakukan kepadamu.

Barang siapa yang zuhud terhadap dunia, maka Allah akan menumbuhkan hikmat di dalam hatinya, dan akan melancarkan lisannya untuk mengucapkannya, juga akan menampakkan kepadanya cela dunia ini, penyakit dan obatnya, dan dia akan dikeluarkan dari alam dunia menuju akhirat dalam keadaan selamat.

IMAM AHMAD BIN ISA ALMUHAJIR DAN KETURUNANNYA

Pada tahun 317 H (929 M) Al-Imam Ahmad Al-Muhajir berhijrah ke Madinah bersama isterinya Zainab bt Abdullah bin Hasan bin Ali Al-Uraidhi, dan anaknya Ubaidullah serta isterinya Ummul Banin bt Muhammad bin Isa dan cucunya Ismail dan juga 70 orang keluarga yang lain. Manakala anak-anaknya Muhammad, Hassan dan Ali tinggal di Iraq untuk menjaga peninggalan harta. Mereka bermukim selama setahun di Madinah dan pada tahun berikutnya 318 H mereka menunaikan haji di Makkah. Waktu Makkah baru saja lepas dicabuli oleh kaum Qaramithah yang membunuh, merompak dan juga melarikan Hajaral Aswad. 

Dari sini Imam Ahmad mengambil keputusan untuk pindah ke Hadharamaut. Mereka menuju ke Yaman melalui Aljubail disatu lembah Dau’an dan singgah diperkampungan Al-Hajrain dimana dia membeli rumah dan sebidang tanah kebun tamar. Harta ini kemudian dihadiahkan kepada pengikutnya bernama Syawih. Mereka tinggal sementara di perkampungan Bani Jusyair sebelum meneruskan perjalanan dan akhirnya menetap didesa Husaisah.

Pada masa itu kaum Khawarij yaitu kaum Ibadhiah telah berpengaruh di Oman,Yaman dan Hadharamaut. Kaum Ibadhiah membenci Ahlul Bait dan menggunakan tafsir sendiri dalam hal-hal Syari’ah.

Al-Imam Ahmad Al-Muhajir cuba menarik mereka kejalan yang benar dengan berdailog, tetapi gagal. Akhirnya penduduk Jubail dari Wadi Dau’an dan rombongan Imam, sama-sama berginding bahu berperang menumpaskan kaum Ibadhiah. Maka dengan itu lenyaplah pahaman Khawarij dan tersebar luas pahaman mazhab Syafi’i.

Al-Imam Ahamad Al-Muhajir adalah seorang sunni Mujtahid dan bermazhab Syafi’i, beliau wafat di Husaisah pada tahun 345 H (959 M). Diantara keturunannya yang lahir di Hadharamaut ialah Imam Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad bin Isa dan pada Imam Alwi inilah dinasabkan Sadah di Hadhramaut dengan sebutan Aali Baalawi seperti cara orang Hadhramaut menasabkan datuk-datuk mereka. Maka dari keturunan inilah lahirnya para Aulia dan Ulama yang membawa Nur Islam kerantau Asia Tenggara dan Afrika Timur.16

TARIKAT Al-BaAlawi (Alawiyah ):

Dalam kitab Khulasah al-Madad al-Nabawi fi aurad Al-BaAlawi yang ditulis oleh Al-Habib Umar bin Salim bin Hafiz al-Husaini (Hadhramaut: Maktabah Tareem al-Haditsah, cetakan 2, tahun 1425 H/2004 M) dijelaskan:

“Dari segi bahasa Tarikat berarti jalan, atau cara. Dalam dunia tasawwuf, Tarikat yang harus ditempuh seorang murid (istilah bagi seseorang yang mengikut Tarikat) untuk membersihkan hatinya supaya lebih dekat dengan Allah S.W.T. Dalam usaha pembersihan hati, seseorang murid, diharuskan memperbanyak ritual dan zikir, terutama yang bersifat sunnah atau nawafil.”

Prinsipnya, tarikat apapun selama masih bernaung dibawah bimbingan Al-Quran dan Sunnah Nabi s.a.w., adalah sesuatu yang dianjurkan oleh agama Islam, dalam salah satu Hadis Qudsi yang diriwayatkan Imam Bukhari dari Abu Hurairah Allah berfirman yang bermaksud: “Sesiapa yang memusuhi waliku, maka Aku (Allah) mengizinkan untuk memerangi orang-orang (yang memusuhi) tersebut. Dan hambaku tersebut senantiasa mendekatkan diri padaKu, dengan amalan-amalan selain yang telah Aku fardhukan (wajibkan) untuknya. Hambaku tersebut terus menerus mendekatkan dirinya dengan amalan-amalan sunnah (nawafil) sehingga Aku mencintainya. Ketika Aku mencintainya, maka Aku adalah ‘pendengaran’ yang ia gunakan untuk mendengar, dan Aku adalah ‘penglihatan’ yang ia gunakan untuk melihat, dan Aku adalah ‘tangan’ yang ia gunakan untuk menggerakkan, dan (Aku adalah) ’ kaki’ yang ia gunakan untuk berjalan. Jika hambaku itu meminta kepadaKu, maka Aku kabulkan, jika ia meminta perlindungan kepadaku, maka Aku melindunginya.”

Tarikat Al-BaAlawi ialah salah satu Tarikat Ahlul Bait. Pendiri Tarikat ini ialah As-Sayyid Al- Faqih Muqaddam Muhammad bin Ali BaAlawi Alhusaini. Tarikat ini dijalankan dengan peraktek dari generasi ke generasi. Sebagaimana Tarikat Ahlul Bait lainnya, tarikat ini berpanduka Al- Quran dan Sunnah Nabi s.a.w., fondasinya ialah penyerahan diri kepada Allah s.w.t. dan mengikuti apa yang diperintah oleh Allah s.w.t. dan RasulNya. Dengan kata lain seorang hamba harus berjuang terus menerus menghadapi hawa nafsunya dengan terus mendekatkan dirinya kepada Allah s.w.t., pada saat itulah akan dibentagkan kepada hamba tersebut jalan-jalan menuju kemenangan. Tariqaah Al-BaAlawi adalah Tarikah Ahli Sunnah wal jamaah, ia berpegang teguh kepada Al-Quran dan Sunnah Rasulallah s.a.w. dan amalan para salaf saleh. Zahirnya adalah sebagaimana dijelaskan oleh Imam Ghazali, yaitu Ilmu, amal sesuai dengan manhaj (jalan) yang benar. Batinnya adalah sebagaiman penjelasan Syadziliyyah, mencapai kebenaran dan pemurnian Tauhid.

Tarikat al-Alawiyah adalah Tarikat Ahli Sunnah wal Jama’ah. Ia berpegang teguh kepada al-Quran, da Sunnah Rasulallah s.a.w. dan amalan para salaf. Zahirnya adalah al-Ghazaliyyah ataupun apa yang terdapat dalam kitab Imam al-Ghazali seperti ‘Bidayah al-Hidayah, Ihya Ulumuddin, Minhaj al-Abidin dan lain-lain.”

Seorang pengikut Tarikat al-Alawiyyah tidak dapat dikesan dengan pakaian atau amalan tertentu. Tarikat ini tidak menekankan kepada pakaian seragam atau wirid-wirid yang tertentu.

Amalan dan akhlak mereka adalah apa yang diamalkan dan dilakukan oleh Nabi s.a.w. dan para sahabat. Disamping beribadah kepada Allah, mereka juga mengambil berat tentang mencari nafkah setiap hari, mengambil berat tentang keluarga dan masyarakat.

Sayidina Ali bin Abi Thalib k.w., misalnya mempunyai wirid-wirid yang tersendiri yang diperolehi dari Nabi s.a.w. yang diamalkan setiap hari, tetapi juga mempunyai waktu mencari nafkah, mempunyai waktu bersama keluarga, mempunyai waktu berjuang untuk menegakkan Islam.

Ada yang bertanya kepada Habib Abdul Qadir bin Ahmad bin Abdurrahman al-Saqqaf, tentang Tarikat al-Alawiyah. Beliau telah menjawabnya di Singapura dengan panjang lebar dalam sebuah warqah yang bertarikh 7hb Ramadhan 1395 bersamaan 31hb September 1975 . Antara lain Habib Abdul Qadir berkata:

“Para salihin yang terdahulu sangat menitik beratkan pendidikan terhadap anak-anak mereka dengan cara atau Tarikat mereka. Tarikat mereka berpegang dengan Kitab Allah (al-Quran) dan sunnah Rasulallah s.a.w. Mula-mula sekali ditunjukkan dan diajarkan akhlak dan adab Nabi Muhammad s.a.w. Kemudian diajak mengikuti sifat-sifat Baginda s.a.w., seperti sifat-sifat kesabaran, penyantun, menerima segala cabaran dengan tabah, menahan perasaan marah, berlemah lembut, mengambil kemudahan yang dibenarkan dalam perkara-perkara atau urusan-urusan yang dijalankan, tidak terlalu memandang kepada keindahan hidup di dunia, jauh dari sifat memutuskan silaturrahim, suka membantu, menziarahi, bertanyakan urusan dan hal, menolong sesuatu yang termampu, menjalankan tanggung jawab terhadap kedua ibu bapa, serta mentaati keduanya dengan sempurna walaupun terpaksa menempuh kepayahan dalam melakukannya, memelihara hak-hak jiran, dan menunaikan kewajiban mereka, menghadiri majlis suka ataupun duka, seperti mengiringi jenazah, menjaga hak jalanan, tidak melihat wanita-wanita yang bukan mahram, tidak memerhati rumah-rumah yang bukan rumahnya, memberi salam kepada sesiapa yang ditemui sama ada dikenali atau tidak, mendo’akan dan meminta keampunan Allah untuk kaum Muslimin, menjalankan kewajiban terhadap isteri dengan memberikan hak-hak mereka, disamping memelihara dan memberikan didikan dalam akhlak dan pergaulan, dengan keluarganya dengan yang lain, mengambil berat tentang pendidikan anak lelaki dan perempuan, mengambil berat dalam soal sembahyang, akhlak, serta pergaulan anak-anak dengan orang-orang yang baik.”

Satu perkara dalam Tarikat al-Alawiyah ialah selalu berada dalam wuduk, jika batal akan terus beruduk lagi. Begitulah biasanya. Selalu tidak sembahyahyang fardhu melainkan berjamaah dan di masjid pula, melainkan jika ada kepayahan. Juga sembahyang witir selepas isya atau diakhir malam, bagi yang sanggup bangun sebelum subuh, sekurang-kurangnya 3 rakaat. Sembahyang Duha setelah naik matahari sekurang-kurangnya 2 rakaat dan yang sempurnanya adalah 8 rakaat. Juga tidak meninggalkan pembacaan al-Quran sebagai wirid sebanyak satu juz atau lebih atau kurang daripadanya (setiap hari). Orang yang tidak tahu membaca al-Quran akan membaca sahaja apa yang diketahuinya dari surah-surah Wadhuha sehingga akhir, dan berwudhuk sebelum tidur.

Ratib al-Attas atau ratib al-Haddad akan dibacanya sebelum tidur. Sesiapa yang mengetahui wirid al-Haddad yang ringkas, dibacanya setiap hari. Juga sentiasa menjaga dan mengamalkan zikir-zikir dan wirid-wirid yang diajarkan oleh Nabi Muhammad s.a.w.

Daripada adat kebiasaan mereka yang mengamalkan tarikat al-Alawiyah, tidak suka mencaci atau mengumpat atau mengadu domba. Tidak membiasakan diri bersumpah secara sia-sia atau bercakap sesuatu yang tidak perlu atau berborak-borak.

Tidak masuk campur masalah orang ramai melainkan untuk memperbaiki, mengajar atau menggembirakan. Jika tidak ada munasabah yang memerlukan kehadiran mereka, mereka tidak akan hadir.

Satu daripada amalan Tarikat al-Alawiyah adalah tidak suka menceburkan diri perkara syubhat dan kezaliman. Berhati-hati dalam pergaulan, terutama terhadap penipu dan pembelit. Tidak suka menyentuh kehormatan orang, atau mengambil harta orang lain melainkan dengan haq. Takut kepada Allah serta menjauhkan diri dari perkara-perkara yang boleh merusakkan nama baik atau mencemarkan akhlak mereka.

Selalu berusaha mencari keredaan Allah, membuat apa yang disuruh dan meninggalkan apa yang dilarang. Kalau sampai kedengaran, cakapan orang yang menyinggung perasaan mereka yang tidak sepatutnya dicakapkan, mereka cepat memaafkan. Tetapi kalau diceroboh larangan Allah, mereka akan marah, dan terus mengingatkan perkara yang haram itu. Dicegah kezaliman orang yang zalim dengan memberi ingatan kepadanya. Kalau tidak dilakukannya sendiri, dibawa perkara itu kepada pihak yang berkuasa untuk diselenggarakan demi mencegahi kezaliman terhadap orang-orang Islam.

Masanya selalu dipenuhkan sama ada dengan pelajaran, muzakarah dengan kawan-kawan, mengajar, memimpin, mengaji al-Quran atau sembahyang. Kalau duduk-duduk dengan keluarga dan anak-anak, akan bermesra, bergurau dan mengajar dengan lemah lembut. Sesiapa yang berbuat baik dibalasnya dengan baik. Kalau tidak dapat membalasnya, akan digembirakan hatinya dengan mendo’akannya.”


Sumber: http://habibhasanalattas.blogspot.com/2009/12/tarikat-ahlul-bait-3.html

Tarikat Ahlul Bait 2


Oleh:
Habib Hasan bin Mohammad Al-Attas
www.shiar-islam.com

NABI S.A.W. ASAS TARIKAT AHLUL BAIT.

Pernah ketika seruan Islam telah mendapat kejayaan yang cemerlang, dan kekayaan ummat Islam telah melimpah ruah. Ketika itu Umar ibnu Khattab datang berziarah kerumah Nabi s.a.w.. Umar mendapati Nabi s.a.w. sedang tidur diatas sehelai tikar dari jalinan daun kurma, sehingga berbekas bahagian tubuh baginda ketika tidur ditikar tersebut. Keadaan dirumah Rasulullah S.A.W. amat sederhana, tiada perhiasan, tiada perkakas mewah, dan yang tegantung didinding, guriba tempat air, sebagai persediaan ketika nabi s.a.w. berwudhu’.

Saidina Umar amat terharu, sehingga bercucuran air matanya, Rasulallah s.a.w. menegur Umar:” Apa yang menyebabkan air matamu bercucuran wahai Umar ? Umar menjawab ”Bagaimana saya tidak terharu ya Rasulallah, hanya begini keadaan yang kudapati dalam rumah tuan, tiada perabot rumah, tiada kekayaan, padahal seluruh kunci masyrik dan magrib telah tergenggam ditangan tuan dan kekayaan telah melimpah ruah.

Nabi s.a.w. menjawab:”Aku ini adalah Pesuruh Allah. Aku ini bukanlah seorang Kaisar dari Romawi atau seorang Kisra dari Parsi, mereka menuntut dunia, dan aku menuntut akhirat.”

Pada suatu hari Jibril datang menemui Rasulullah s.a.w. dan menyampaikan salam Allah s.w.t. kepada Nabi s.a.w. seraya bertanya:” Mana yang engkau suka ya Muhammad, menjadi seorang Nabi yang kaya raya seperti Nabi Sulaiman a.s. atau menjadi Nabi yang menderita papa seperti Nabi Ayyub a.s.. Nabi menjawab: “Aku lebih suka kenyang sehari dan lapar sehari.” Jika kenyang aku bersyukur pada Tuhanku, Jika lapar aku bersabar atas cobaan Tuhanku.”

Pernah disatu hari ketika Nabi s.a.w. tidur keletihan diatas sehelai tikar daun kurma, sehingga berbekas pada tubuh Baginda. Ibnu Mas’ud seorang sahabat setia kepada Nabi s.a.w. mencucurkan air matanya, kerana seorang yang memiliki hampir seluruh Jazirah Arab dan dimuliakan Allah s.w.t., demikian keadaan Nabi s.a.w. kehidupannya Nabi s.a.w. yang sangat sederhana, lalu Ibnu Mas’ud ingin mencarikan bantal, untuk Nabi meletakkan kepalanya. Nabi melihat kepada Ibnu Mas’ud, seraya bersabda: “Tidak ada hajatku untuk itu, aku ini seumpama seorang musafir ditengah-tengah padang pasir yang luas dalam panas terik yang bukan kepalang. Aku menemui sebuah pohon yang rendang. Oleh karena aku letih, aku rebahkan diriku sesaat untuk istirahat dengan niat kemudian aku berjalan lagi kembali menuju tujuanku menemui Tuhanku (Pengantar Ilmu Tharikat oleh:H.Abubakar Aceh).

Demikianlah kehidupan Nabi s.a.w., sebagai seorang sufi, dan menjadi contoh teladan dan menjadi amalan Ahlul Bait dan diamalkan pula oleh zuriat mereka sedaya upaya mereka. Meskipun mereka memiliki harta kekayaan yang melimpah ruah, kehidupan mereka tetap sederhana, dan kekayaan mereka itu mereka gunakan dijalan Allah, menolong fakir miskin, yatim piatu, dan mereka yang memerlukan pertolongan lainnya, bukannya hanya untuk kepentingan diri peribadi sahaja.

Jika kita mengamalkan tarikat ahlul bait Rasulullah s.a.w., maka kita mestilah sanggup membuktikan bahwa, segala apa yang kita miliki, baik Imu Pengetahuan, harta kekayaan yang kita kumpulkan, dan lain-lainnya, digunakan disamping keperluan diri dan keluarga, juga digunakan untuk kepentingan Islam dan ummat seluruhnya. Semua harta kekayaan dan kemewahan hidup, disatu masa akan kita tinggalkan yang menemani kita di alam Barzah dan diakhirat nanti, hanyalah apa yang telah kita gunakan di jalan Allah.
Allah berfirman:
يَوْمَ لاَ يَنْفَعُ مَالٌ وَلاَ بَنُوْنَ إِلاَّ مَنْ أَتَى اللهَ بِقَلْبٍ سَلِيْمٍ
(الشعراء: 88)
“(yaitu) di hari harta dan anak-anakmu tidak berguna kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih” (al-Syu’ara`: 88).

Rasulallah s.a.w. sebelum menghadapi pekerjaan besar yang menggemparkan dunia, baginda telah melatih dirinya dalam kehidupan kerohanian. Sebelum Nabi s.a.w. dilantik sebagai Pesuruh Allah, baginda suka menyisihkan diri, sendirian di gua hira’ baginda melakukan ibadah, bertafakkur, berdo’a dan berzikir semata-mata mengingat Allah dengan ikhlas dan sempurna, sehingga terputus hubungan dengan yang lainnya selain Allah s.w.t.

Ketika itu turunlah wahyu yang pertama :
ِاقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِيْ خَلَقَ. خَلَقَ اْلإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ. اِقْرَأْ وَرَبُّكَ اْلأَكْرَمُ. الَّذِيْ عَلَّمَ بِالْقَلَمِ. عَلَّمَ اْلإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ
(العلق:1-5)
Maksudnya:
” Bacalah dengan nama Tuhanmu, yang menjadikan. Menjadikan manusia dari segumpal darah. Bacalah dengan nama Tuhanmu yang mulia, yang mengajarkan manusia dari Qalam. Mengajarkan manusia apa yang mereka belum mengetahuinya.”
(al-Alaq: 1-5)

Sendi kekuatan Nabi s.a.w.adalah dalam hidup kerohanian dijalan Allah, sebagai kekuatan bathin. Kehidupan beliau ini menjadi contoh teladan dan dilanjutkan pula oleh Ahlul Bait (keluarga Nabi s.a.w.) dan keturunan Nabi s.a.w. lainnya, semampu mereka.
FATIMAH AZZAHRA

Beliau dijuluki Saydatun Nisa`i al-Alamin. Ayahnya Muhammad SAW, ibunya Khatidah al-Kubra. Dilahirkan di Makkah pada Jum’at Jumada Tsani. Wafat pada hari Selasa 3 Jumada Tsani tahun 11 Hijrah. Dimakamkan di Baqi, Madinah. Mempunyai 2 anak laki-laki (Hasan dan Husein) dan 2 anak perempuan (Zainab dan Ummu Kultsum).

Siti Fatimah Azzahra putri kesayangan Rasullallah s.a.w., hidup zuhud dan tekun beribadah, karena pengabdiannya kepada Allah s.w.t adalah menjadi contoh teladan bagi seluruh ummat Islam. Karena pengabdian dan penyerahan dirinya kepada Allah s.w.t. maka beliau terkenal dengan sebutan “Al-Batul” orang yang sangat tekun beribadah.

Asma binti Umais, berkata:”Pada suatu hari aku berada dirumah siti Fatimah. Ketika itu siti Fatimah memakai seuntai kalung pemberian suaminya Imam Ali bin Abi Thalib, hasil pembahagian barang ranimah yang diterimanya. Ketika itu Rasulullah s.a.w. datang kerumah Fatimah. Ketika Rasulallah s.a.w. melihat kalung yang dipakainya, baginda bersabda:” Hai anakku, apakah engkau bangga disebut orang putri Muhammad, sedangkan engkau sendiri memakai jababirah?” (perhiasan yang biasa dipakai wanita bangsawan.)” Pada waktu itu juga, siti Fatimah melepaskan kalungnya untuk dijual. Hasil penjualan kalung tersebut ia membeli seorang hamba sahaya yang kemudian hamba sahaya itu dimerdekakannya. Ketika Rasulallah s.a.w. mendengarnya, baginda sungguh gembira.

Alhasan putra siti Fatimah Azzahra mengatakan:”Tiap malam Jum’at aku melihat ibuku berada di mihrabnya. Ia terus menerus beruku’ dan bersujud hingga cahaya pagi mulai terang. Aku juga mendengar ibuku selalu berdo’a untuk seluruh mukminin dan mukminat, menyebutkan sebahagian nama-nama mereka dan banyak berdoa’ untuk mereka. Ia tidak berdoa apa-apa untuk dirinya sendiri. Aku pernah bertanya :”Apa sebab ibu tidak berdo’a bagi diri ibu sendiri ? Seperti ibu berdoa untuk orang lain? Ibu hanya menjawab:”Tetangga dulu, baru keluarga sendiri……”6

Seorang ahli sufi terkenal Hasan Al-Basri pernah mengatakan:” Dalam ummat ini, tidak ada wanita yang tekun beribadah, melebihi Siti Fatimah Azzahra, ia terus menerus solat hingga kakinya bengkak.”7
  1. ALI BIN ABI THALIB
    Kehidupan Zuhudnya
Amirul mukminin Ali bin Abi Thalib dijuluki Abu al-Hasan atau Abu Thurab, ibunya Fatimah binti Asad. Dilahirkan di Makkah, hari Juma’at 13 Rajab. Wafat dalam usia 63 tahun pada malam Jum’at 21 Ramadan 40 H, ditikam oleh Abdurrahman ibnu Muljam. Dikebumikan di Najaf as-Syarif.

Saidina Ali bin Abi Thalib k.w. dibesarkan dalam asuhan Rasulallah s.a.w; beliau adalah pemuda yang pertama beriman kepada Allah dan Rasul-Nya Muhammad s.a.w. Ketika baginda diangkat sebagai Nabi dan Rasul pada hari Isnin, keesokan harinya Imam Ali bin Abi Thalib memeluk Islam, ketika itu usia Imam Ali 10 tahun. Siti Khadijah wanita yang pertama masuk Islam (sila rujuk buku Imamul Muhtadin Saidina Ali bin Abi Thalib k.w., karangan H.M.Al Hamid Al-Husaini, hal 37-41)

Tentang Dunia dan Kehidupan di Dalamnya.

……. Didalam surat Imam Ali k.w. yang dikirimkan kepada Utsman bin Hunaif al-Ansari belliau mengingatkan Utsman bin Hunaif antara lain:”Demi Allah tiada secuil emas atau perak dari dunia kamu, yang pernah kusimpan. Tidak ada harta apapun darinya pernah kutabung. Tiada sepotong bajupun telah kusiapkan pengganti pakaianku yang lusuh. Tiada sejengkal tanahpun yang kumiliki. Dan tiada kuambil untuk diriku lebih dari makanan seekor keledai yang renta. Sungguh dunia ini dalam pandanganku lebih rapuh dan lebih remeh daripada sebatang ‘afshah ( sejenis tumbuhan yang pahit buahnya.)

………..Wahai dunia, pergilah kemana saja kau kehendaki. Aku telah melepaskan diri dari cengkeramanmu, mehindar dari perangkapmu, dan menjauh dari jurang kehancuranmu. Dimanakah kini orang-orang yang pernah kau tipu dengan permainanmu ? Dimanakah bangsa-bangsa yang telah kau perdayakan dengan hiasan-hiasanmu ? Itulah mereka yang tergadai dalam kuburan sebagai pengisi lubang-lubang lahad !

Demi Allah seandainya kau –wahai dunia- adalah manusia yang tampak nyata, berjiwa berperasaan, niscaya akan kulaksanakan hukuman atas dirimu, sebagai balasan atas hamba-hamba yang telah kau kelabui dengan angan-angan kosong. Atau bangsa-bangsa yang kau jerumuskan kedalam jurang-jurang kehancuran. Atau raja-raja yang kau halau kedalam kebinasaan dan kau masukkan kepusat-pusat bala’ dan kesulitan, tanpa kesempatan untuk kembali lagi. Sungguh barangsiapa menjejakkan kakinya dijalanmu pasti akan tergelincir. Barangsiapa berlayar disamuderamu pasti akan tenggelam. Adapun mereka yang berkelit dari jeratan tali-talimu, pasti akan berjaya. Dan orang yang selamat darimu tak kan peduli betapun sempit kediamannya. Baginya dunia hanya sebagai hari yang hamper berlalu.

Aku bersumpah demi Allah, kecuali bila Ia menghendaki yang lain, benar-benar aku akan melatih nafsuku dengan seberat-berat latihan sehingga membuatnya sangat bersukacita, bila berhasil melihat sekerat roti untuk makanannya, dan merasa puas dengan secuil garam sebagai lauknya. Dan akan kujadikan mataku kering kehabisan airnya laksana mata air yang telah surut sumbernya.

Berbahagialah setiap jiwa yang telah menunaikan kewajiban terhadap Tuhannya, dan bersabar dalam pendritaannya. Menolak lelap matanya dimalam hari, sehingga apabila kantuk telah menguasainya, ia jadikan tanah tempat berbaring dan tangannya sendiri sebagai bantal. Merasa betah ditengah sekelompok hamba-amba Allah yang sentiasa terjaga dimalam hari karena resah memikirkan tempat mereka dikembalikan kelak. Tubuh mereka jauh dari pembaringan, bibir mereka berguman berzikir dengan nama Tuhan-Nya, sehingga dosa mereka lenyap disebabkan istirfar yang berkepanjangan……..Mereka itulah Hisbullah, dan sesungguhnya Hisbullah itulah orang-orang yang beroleh kejayaan…(QS 58:22).Bertaqwalah kepada Allah wahai ibn Hunaif, cukupkan dirimu dengan beberapa kerat roti saja agar kau diselamatkan dari jilatan api neraka ! ( Mutiara Nahjul Balagah :Muhammad al- Baqir ; hal:95-96)
Kehidupan Imam Ali adalah kehidupan Zuhud orang yang mengenal Allah, bukannya Zuhud karena terpaksa ataupun zuhudnya orang yang berputus asa. Saidina Ali k.w.,mengingatkan kita semua:”Janganlah ada seorang diantara kamu yang mengharap selain keridhaan Allah s.w.t. dan janganlah takut selain kepada perbuatan dosa…” beliau juga mengingatkan: ”Barangsiapa yang baik bathinnya, Allah pasti menjadikan baik lahirnya”. “Sabar adalah keberanian……”Hindarilah soal-soal yang dapat mendatangkan kesedihan dengan kekuatan tekad bersabar dan dengan keyakinan yang baik. ”Hendaklah kamu sentiasa bertakwa kepada Allah dengan ketaqwaan seorang yang berakal, dan hatinya senantiasa sibuk berfikir. Bertaqwalah seperti ketakwaan orang yang bila mendengar kebenaran ia menundukkan kepala, bila berbuat kesalahan ia mengaku, bila merasa takut karena kurang berbuat kebajikan ia segera berbuat kebajikan, dan bila telah sadar dari kesalahan, ia segera bertaubat.

Imam Ali k.w. orang yang paling tekun beribadah. Pada dahinya terdapat kulit tebal kehitam-hitaman menandakan banyaknya sujud yang dilakukan siang dan malam. Diwaktu malam, digunakannya untuk banyak-banyak menunaikan solat sunnah, mendekatkan diri kepada Allah dengan perasaan rendah, tunduk dan khusyu’. Dengan ketekunannya beribadah seperti itu imam Ali menjadi orang yang berakhlak mulia, berperangai lembut, dan berperilaku halus.8
Siap Berkorban Apa Saja Untuk Jalan Allah

Memandangkan ancaman musuh menjadi-jadi, maka Abu Thalib (ayahanda Imam Ali bin Abi Thalib) merasa kuatir atas keselamatan Nabi s.a.w., oleh itu beliau selalu berpesan supaya anandanya Ali k.w. supaya sentiasa menemani Nabi s.a.w, terutama sekali bila keadaan gawat. Oleh karena itu untuk menghindari penculikan atau pembunuhan yang mungkin dilakukan secara tiba-tiba dimalam hari, maka Abu Thalib mengarahkan anandanya Ali bin Abi Thalib, tidur ditempat tidur Rasulallah s.a.w. Sesuai dengan pesanan ayahandanya sebelum wafat, Imam Ali bin Abi Thalib, terutama pada malam Hijrah, Imam Ali secara sukarela tidur, ditempat tidur Rasulallah s.a.w.9 

Banyak kata-kata nasihat yang ditinggalkan oleh saidina Ali bin Abi Thalib antaranya beliau berkata:” Barangsiapa yang memperbaiki bathinnya, Allah akan memperbaiki lahirnya. Barangsiapa berbuat demi kemaslahatan agamanya, Allah akan mempermudah baginya urusan dunianya. Barangsiapa menjaga hubungan dirinya dengan Allah, maka Allah akan memudahkan urusannya dengan orang lain.”10

3. IMAM HASAN BIN ALI

Nabi s.a.w. sering bersabda :”Hasan dan Husein adalah anak-anakku” dalam al-Quran Allah berfirman:
فَمَنْ حَاجَّكَ فِيهِ مِن بَعْدِ مَا جَاءَك مِنَ الْعِلْمِ فَقُلْ تَعَالَوْا نَدْعُ أَبْنَاءَنَا وَ أَبْنَاءَکمْ وَ نِساءَنَا وَ نِساءَکُمْ وَ أَنفُسنَا وَ أَنفُسکُمْ ثُمَّ نَبْتهِلْ فَنَجْعَل لَّعْنَت اللَّهِ عَلى الْکذِبِينَ 
(آل عمران:61)

Maksudnya: “ Siapa yang membantahmu tentang kisah Isa sesudah datang ilmu (yang meyakinkanmu), maka katakanlah (kepadanya): “Marilah kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, istri-istri kami dan istri-istrimu, diri kami dan dirimu, kemudian marilah kita bermubahalah kepada Allah dan kita minta supaya laknat Allah ditimpa kepada orang-orang yang dusta. (Ali Imran:61)

Begitulah kedekatan nasab Hasan dan Husein dengan Rasulallah s.a.w., semenjak beliau dilahirkan hingga berusia 7 tahun. Hasan mendapat kasih sayang dan didikan langsung dari Rasuuallah s.a.w.,sehingga beliau dikenal sebagai seorang yang ramah, cerdas, murah hati, pemberani, serta berpengetahuan luas tentang seluruh kandungan setiap wahyu yang diturunkan.

Dalam kesalehannya, beliau dikenal sebagai orang selalu bersujud dan sangat khusyuk dalam shalatnya, ketika beruduk beliau gemetar dan di saat shalat pipinya basah oleh air mata dan wajahnya pucat karena takut kepada Allah s.w.t..

Dalam belas kasih sayangnya, beliau di kenal sebagai orang yang tidak segan untuk duduk dengan pengemis dan para gelandangan yang bertanya tentang masaalah agama kepadanya.
Banyak kata-kata Hikmah yang beliau tinggalkan, antaranya saidina Hasan bin Ali pernah ditanya tentang arti dermawan. Lalu beliau menjawab: ”Kebaikan yaitu memberi sebelum dimintadan tidak diikuti oleh ungkitan.” Kesombongan menyebabkan hancurnya agama, dan karenanya Iblis dilaknat. Rasa tamak adalah musuhnya jiwa, dan karenanya Adam dikeluarkan dari surga. Hasad dengki adalah pusat keburukan, yang karenanya Qabil membunuh Habil.”11
  1. IMAM HUSEIN BIN ALI
    Lambang Kepahlawanan
Di tengah kebahagiaan dan kerukunan keluarga Fatimah Az-Zahra lahirlah seorang bayi yang akan memperjuangkan kelanjutan misi Rasullah s.a.w., iaitu Husein bin Ali bin Abi Thalib yang diputrakan pada hari Khamis 5 Sya’ban tahun 4 H dan syahid di Padang Karbala Irak, pada 10 Muharram 61 H . 

Berkata Al-Imam Al-Akbar Dr.Abdul Halim Mahmud Syekhul Azhar:
“Sesungguhnya nasab saidi,na Husein hampir saja terputus, seandainya bukan karena anugerah Allah. Anugerah Allah inilah yang mengekalkan keturunannya. Pada mereka terdapat keharuman Rasulallah s.a.w., pada mereka terdapat juga orang-orang yang akhlaknya pemurah, berani, dan hati yang penuh dengan keimanan serta ruh yang selalu memandang keatas, tidak disibukkan oleh dunia dengan segala perhisannya yang membuatnya menjadi ingin kekal di dunia dan menuruti hawa nafsunya. Tidak sekali-kali tidak, sesungguhnya jiwa mereka dihiasi teladan yang tinggi dan kekal disertai kepahlawanan dalam bentuknya yang terbaik dan bersama kebenaran dimanapun mereka berada. Sesungguhnya jiwa mereka seumpama orang yang membantu orang yang berjuang dijalan kebaikan, yaitu di jalan Allah.”12 

Saidina Husein sungguh telah memasuki suatu pertempuran menentang orang yang bathil dan mendapatkan syahidnya disana. Pertempuran ini banyak mengalirkan darah orang-orang yang bersamanya dan sisanya ditawan. 13 Ramai keluarga Al–Husein yang gugur sebagai pahlawan dan serikandi dalam menegakkan kebenaran dan keadilan dan menentang kezaliman.

KATA-KATA HIKMAH SAIDINA HUSEIN BIN ALI 

“Andai dunia ini masih di anggap berharga, bukankah akhirat itu jauh lebih berharga dan mulia. Andai rezeki itu sudah terbagi berdasarkan ketentuan, maka tinggalkanlah rasa rakus terhadap dunia. Andai harta yang dikumpulkan akan di tinggalkan, mengapa harus kikir terhadap barang yang akan ditinggalkan. Segolongan manusia menyembah Allah karena ingin keuntungan, maka itu ibadahnya pedagang. Segolongan menusia menyembah Allah, karena rasa takut kepadaNya, maka itu ibadahnya kaum budak. Segolongan menyembah Allah karena bersyukur atas nikmatNya, maka itulah penyembahan orang yang merdeka. Itulah sebaik-baik ibadah”.


Sumber: http://habibhasanalattas.blogspot.com/2009/12/tarikat-ahlul-bait-2.html